Konsumen Lebih Utamakan Harga Murah
NationalNews – Hasil survei dan investigasi lapangan Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) mengutarakan sebuah paradoks dalam tingkah laku konsumen Indonesia perihal pemanfaatan galon air minum dalam kemasan fungsi ulang. Meskipun 60,8% konsumen jelas adanya risiko kesehatan berasal dari paparan Bisphenol-A (BPA) terhadap galon fungsi ulang, ternyata beberapa besar berasal dari mereka senantiasa pilih untuk pakai produk berikut gara-gara alasan harga lebih murah.
“Survei menyatakan beberapa besar konsumen (60,8%) di lima kota udah jelas risiko BPA dalam galon polikarbonat mampu membahayakan kesehatan. Namun, hampir 39% berasal dari yang jelas menyatakan senantiasa akan menggunakannya, beberapa responden (27%) gara-gara alasan ekonomis, waktu 11,7% lainnya pakai alasan gara-gara jadi udah jadi biasa mengkonsumsi,” jelas Ketua KKI, David M. L. Tobing dalam Konferensi Pers Paparan Hasil Survei dan Investigasi KKI yang digelar di Jakarta, Kamis (23/1/2025).
Seperti diketahui, BPA adalah senyawa kimia yang digunakan sebagai bahan basic dalam pembuatan plastik polikarbonat dan resin epoksi. Penemuan BPA dalam bermacam produk, jadi berasal dari wadah makanan sampai galon air minum udah lama menjadi perhatian di kalangan ahli kesehatan. Sebabnya, paparan BPA mampu membawa dampak risiko kesehatan, termasuk problem hormon, kasus reproduksi, dan apalagi risiko kanker.
Meskipun bahaya BPA udah banyak dibahas, hasil survei KKI menyatakan bahwa kesadaran konsumen akan bahaya BPA tetap terbatas. Hanya 60,8% responden yang jelas risiko tersebut, waktu sisanya tidak menyadarinya.
David Tobing mengungkapkan, tidak benar satu aspek utama yang mendorong paradoks ini adalah budaya konsumen Indonesia yang cenderung meremehkan Info terhadap kemasan produk.
“Dari 495 responden yang kami survei, 83% mengaku tidak mencermati Info tentang usia pakai galon fungsi ulang, padahal kemasan galon polikarbonat yang digunakan berulang kali tanpa tersedia keputusan batas pakai berpotensi melepaskan BPA,” ujarnya.
David menambahkan, walaupun konsumen jelas adanya risiko BPA, mereka senantiasa pilih galon fungsi kembali gara-gara alasan ekonomis.
“91,9% responden pilih galon fungsi kembali gara-gara harganya lebih murah. Mereka lebih memprioritaskan harga ketimbang risiko kesehatan,” jelasnya.
Hal survei KKI menyatakan bahwa walaupun konsumen mempunyai akses terhadap Info kesehatan, mereka cenderung mengabaikannya jika dihadapkan terhadap pilihan yang lebih murah. Fenomena ini termasuk mencerminkan rendahnya kesadaran akan pentingnya hak atas produk yang sehat dan aman. Oleh gara-gara itu, David utamakan bahwa edukasi kepada konsumen termasuk menjadi kunci mutlak dalam membuat perubahan tingkah laku konsumsi.
“Konsumen perlu diedukasi sehingga lebih gawat dalam pilih produk yang sehat dan aman,” ujarnya.
Mayoritas Konsumen Minta Pelabelan Bahaya BPA Dipercepat
Selain itu, KKI turut menyoroti lambanya Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam mengimplementasikan keputusan pelabelan bahaya BPA terhadap galon fungsi ulang. Meski BPOM udah menerbitkan regulasi yang mewajibkan pelabelan BPA terhadap kemasan galon polikarbonat lewat Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024, tenggat waktu yang ditetapkan, yaitu 4 tahun, diakui benar-benar lama.
Setelah jelas adanya keputusan itu, mayoritas konsumen di lima kota besar, termasuk Jakarta, Medan dan Bali, mendambakan pemerintah mempercepat implementasi pelabelan risiko senyawa kimia beresiko Bisfenol A (BPA) terhadap galon fungsi ulang.
“96% responden kami menyatakan bahwa pelabelan BPA perlu dipercepat, tidak perlu menanti 4 tahun. Hak konsumen atas Info perlu diprioritaskan,” tegas David.
Sebagai Info tambahan, otoritas keamanan pangan di bermacam negara termasuk udah mengeluarkan bervariasi kebijakan untuk menahan risiko paparan BPA terhadap kesehatan konsumen.
“Bukti terbarunya mampu diamati berasal dari kebijakan Uni Eropa yang melarang total pemanfaatan BPA sebagai zat kontak pangan per 1 Januari 2025,” kata David.