Mary Jane dan 5 Terpidana Mati Bali Nine Dipulangkan
NationalNews – Terpidana mati persoalan penyelundupan narkoba, Mary Jane Veloso, formal dipulangkan ke Filipina sehabis 14 tahun mendekam di penjara di Indonesia. Keberangkatan Mary Jane berasal dari Lembaga Pemasyarakatan Perempuan (LPP) Kelas II A Pondok Bambu menuju Bandara Soekarno-Hatta berjalan Selasa, 17 Desember 2024 malam.
Begitupun bersama dengan lima narapidana persoalan narkoba yang tergabung dalam group Bali Nine sudah dipulangkan ke Australia terhadap Minggu, 15 Desember 2024. Pemerintah Indonesia pun berharap ada timbal balik berasal dari Filipina dan Australia.
“Harap diingat komitmen yang aku garis bawahi tadi adalah risiko timbal balik. Jadi bersama dengan ada transfer of prisoners ini nanti terhadap gilirannya terhitung treatment yang sama dapat ditunaikan oleh negara perihal kepada kita,” tutur Staf Khusus Bidang Hubungan Internasional Kemenko Polkam Imipas, Ahmad Usmarwi Kaffah di Gedung Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (16/12/2024).
Lalu apa timbal balik berasal dari Filipina dan Australia untuk Indonesia?
Hingga saat ini ke dua negara berikut belum secara formal menyinggung soal timbal balik terhadap apa yang sudah ditunaikan oleh pemerintah Indonesia. Baik Filipina dan Australia cuma menambahkan ucapan terimakasih atas pindahan terpidana mati persoalan penyelundupan narkoba, Mary Jane Veloso, ke negara asalnya.
Namun menurut laporan Al Jazeera, kesepakatan perihal pindahan Mary Jane termasuk ketentuan timbal balik. Jika Indonesia berharap dukungan sama di era depan, Filipina dapat mencukupi permintaan tersebut.
Terdapat spekulasi tempat yang intens bahwa Indonesia dapat berharap hak penahanan Gregor Johann Haas, seorang warga negara Australia yang ditahan di Filipina tahun ini atas tuduhan narkoba. Dia diburu pemerintah Indonesia perihal penyelundupan narkoba yang sanggup dikenakan hukuman mati. Sejauh ini, belum ada konfirmasi atas spekulasi itu.
Sementara pengakuan formal berasal dari Filipina, Presiden Senat Francis Escudero justru berharap Department of Foreign Affairs (DFA) atau Departemen Luar Negeri untuk membuat penghitungan jumlah warga negara Filipina yang dipenjara di luar negeri dan menjajaki perjanjian berkenaan prisoner swap dengan kata lain pertukaran tahanan untuk kemungkinan menekuni hukuman mereka di Filipina.
Escudero mengemukakan permintaannya dalam sebuah pesan kepada wartawan terhadap hari Rabu, (18/12/2024), sehabis kedatangan Mary Jane Veloso yang dijatuhi hukuman mati di Indonesia.
“Saya berharap pemulangan Mary Jane semata-mata yang pertama berasal dari banyak warga negara Filipina yang berada dalam situasi yang sama di bermacam belahan dunia,” kata Escudero seperti dikutip berasal dari inquirer.net.
Escudero mencatat bahwa ini memperlihatkan Presiden Ferdinand “Bongbong” R. Marcos Jr. amat acuhkan terhadap warga negara Filipina di luar negeri. Hal ini sesudah itu mendorongnya untuk tekankan bahwa persoalan Veloso seharusnya menjadi peringatan bagi pemerintah, untuk fokus terhadap penderitaan warga negara Filipina yang berada dalam situasi yang sama.
“Karena itu, kami kudu berharap DFA – seperti yang aku minta sekarang – untuk menginventarisasi dan membuat perhitungan jumlah warga Filipina yang dipenjara di negara asing,” ucap Escudero.
Sementara Perdana Menteri Australia Anthony Albanese berterima kasih kepada Presiden Indonesia Prabowo Subianto “atas belas kasihnya” sudah memulangkan Matthew Norman, Scott Rush, Martin Stephens, Si Yi Chen, dan Michael Czugaj dengan kata lain 5 Bali Nine.
Pengamat Hubungan Internasional berasal dari Universitas Paramadina Shiska Prabawaningtyas Paramadina sangat percaya ada timbal balik atas kepulangan Mary Jane dan Bali Nine sebab kesepakatan ini didasari ada permintaan segera berasal dari negara asal mereka dan Indonesia berada dalam posisi trade-off.
“Jadi membuat aku pasti ada kok timbal baliknya sebab ini permintaan segera loh. Bentuknya kan bukan inisiatif Indonesia yang mau ngebalikin loh, tetapi prosesnya ada request. Jadi asumsinya disaat request itu diterima, kan namanya minta kan pasti ada suatu hal dong,” ujarnya.
Namun, andaikan Indonesia bukan dalam posisi trade-off, maka dapat menciptakan citra baik untuk Indonesia sebagai negara pro-HAM. “(Misalnya) sesudah itu yang langkah duluan adalah Indonesia, tambah kemungkinan menjadi citra baik membuat Indonesia bahwa ternyata kami sanggup memperhitungkan (kembali) hukuman mati,” pungkasnya.
Apa Untungnya untuk Indonesia?
Pengamat Hubungan Internasional berasal dari Universitas Paramadina Shiska Prabawaningtyas Paramadina, mengatakan bahwa kesepakatan pemulangan Mary Jane dan 5 Bali Nine berikut sebenarnya untungkan bagi Indonesia. Pertama timbul kemungkinan bergesernya sistem hukum untuk memperhitungkan hukuman mati (death penalty) untuk menjaga Hak Asasi Manusia (HAM).
“Karena norma HAM dunia saat ini itu sudah berpindah bahwa hukuman mati itu dianggap tidak menjaga Hak Asasi Manusia, sebab hak hidup itu tiba-tiba ditarik,” Kata Shiska kepada Liputan6.com.
Keuntungan kedua, Shiska mengatakan kemungkinan ada diskusi khusus perihal penanganan persoalan narkoba. Hal ini sanggup menjadi pertimbangan dalam memilih hukuman mati bersama dengan mengulas lebih dalam penanganannya.
Yang ketiga, sanggup meneruskan kesepakatan transfer of prisoner untuk Indonesia jikalau Warga Negara Indonesia (WNI) tertangkap persoalan di luar negeri.
“Misalnya situasi nelayan-nelayan kami yang ditangkapin di Australia gitu ya, menjadi nanti jikalau di future itu ada sistem penahanan, apakah nanti kemungkinan ada transfer of prisoner ini sanggup ditunaikan gitu ya untuk konteks ke depan,” jelasnya.
Sementara Pakar Hubungan Internasional Evi Fitriani menilai langkah ini memperlihatkan tekad baik Indonesia untuk memperkuat pertalian bersama dengan negara tetangga, meski tidak membawa keuntungan segera dalam jangka pendek.
“Memang tidak ada keuntungan jangka pendek yang segera berasal dari pemulangan dua persoalan itu ya, baik ke Filipina maupun ke Australia. Karena dalam pertalian internasional, sebenarnya kami tidak transaksional jangka pendek seperti itu,” ujar Evi disaat dihubungi Liputan6.com, Rabu (18/12/2024).
Ia mengatakan bahwa langkah ini adalah bentuk penghormatan Indonesia terhadap hak asasi manusia (HAM) dan kebutuhan negara-negara berikut dalam menjaga warganya.
“Dengan pemulangan mereka ke negara masing-masing, itu menambahkan terhitung kami respect terhadap human rights. Orang-orang seperti mereka kan lebih baik ditahan atau dihukum di negara tiap-tiap ketimbang jauh berasal dari negaranya,” sebut Evi.
“Karena di negara tiap-tiap sanggup dekat bersama dengan keluarganya. Jadi secara emosional dan psikologis terhitung dapat lebih baik membuat mereka,” sambungnya.
Evi terhitung tekankan bahwa pemulangan ini bukan cuma demi pertalian baik, tetapi terhitung meringankan beban penjara Indonesia.
“Di penjara-penjara kami itu terhitung sudah penuh. Minimal bersama dengan pemulangan mereka kami sanggup space untuk yang lain,” katanya.
Evi menambahkan bahwa pemulangan tahanan ini turut menambahkan efek positif perihal penghematan ongkos operasional penjara untuk melayani tahanan asing dalam jangka panjang.
“Dan ongkos ya, ongkos di penjara itu kan mahal. Jadi to some extent tambah kemungkinan sanggup diperkirakan, tetapi kami tidak terbebani kembali untuk melayani mereka bertahun-tahun,” jelasnya.
Menunjukkan Kepercayaan Indonesia ke Filipina dan Australia
Menurut Evi, langkah ini mencerminkan kepercayaan Indonesia terhadap sistem hukum di Filipina dan Australia.
“Kita percaya bahwa hukuman yang diterapkan di Indonesia itu sanggup dilanjutkan di negara-negara tersebut. Nah itulah trust dalam pertalian internasional. Jadi kami saling tahu bahwa ada kebutuhan berasal dari Australia dan Filipina, tetapi kami terhitung tidak mulai dirugikan,” tegas Evi.
Selain itu, ia lihat bahwa langkah pemerintah saat ini merupakan anggota berasal dari trik diplomasi yang tidak sama dibandingkan pemerintahan sebelumnya.
“Saya terhitung lihat ini nampaknya dimanfaatkan oleh pemerintahan Presiden Prabowo untuk membangun momentum yang baik bersama dengan negara tetangga. Ini kok tidak ditunaikan di masanya Presiden Jokowi? Ya kemungkinan terhadap saat itu pemerintah berpandangan lain,” ungkapnya.
Evi tekankan bahwa langkah pemulangan ini bukan berkenaan mencari keuntungan instan bagi Indonesia, melainkan soal memperkuat pertalian diplomatik jangka panjang bersama dengan negara lain.
“Sebaiknya jangan ditanya apa yang Indonesia dapat. Ini bukan barang yang segera kami sanggup keuntungan. Tapi kami membangun pertalian baik bersama dengan tetangga yang jangka panjang. Jadi mereka terhitung tahu bahwa Indonesia bersedia melakukan hal-hal seperti ini, dan nggak ada salahnya terhitung membuat kita,” tutupnya.
Pemerintah Tegaskan Tak Ada Tekanan Pulangkan Mary Jane dan 5 Bali Nine
Pemerintah Indonesia menegaskan tidak ada tekanan berasal dari pihak asing, baik berasal dari Australia atau pun Filipina untuk memulangkan lima narapidana Bali Nine dan terpidana mati persoalan narkoba Mary Jane Veloso.
“Saya kira tidak, tidak ada tekanan sama sekali. Kita sama berdiri tegak, dan patut digarisbawahi bahwa transfer ini tidak ada yang menang tidak ada yang kalah, ini murni adalah tekad baik,” tutur Staf Khusus Bidang Hubungan Internasional Kemenko Polkam Imipas, Ahmad Usmarwi Kaffah di Gedung Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (16/12/2024).
Usmarwi menyatakan, ini menjadi tekad baik Presiden Prabowo Subianto untuk menjunjung nilai kemanusiaan sekaligus pertalian antar negara.
“Dan patut diingat bahwa sistem permintaan atau permintaan lima tahanan Bali Nine ini sudah sejak dahulu, tahun 2005. Bahkan tahun 2015 itu ada beritanya sampai saat ini, bahwa 5 atau 6 Perdana Menteri Australia request, memohon kepada pemerintah Indonesia. Hanya saja kemungkinan takdirnya terhadap saat Bapak Presiden Prabowo saat ini sanggup kami kabulkan,” tahu dia.
Lebih lanjut, para narapidana persoalan narkoba itu sudah lewat alur panjang sistem penahanan selama belasan sampai puluhan tahun, dan tidak ada siklus sistem atau hal lainnya yang ditutupi.
“Menurut pihak Australia mereka dambakan di sana, di Australia tidak ramai, itu saja. Dan kami terhitung sebagai sahabat yang baik, tambah selama mereka mengikuti permintaan kita, menjunjung kedaulatan negara kami dan ketentuan hukum yang sudah diputuskan pengadilan. Jadi, terhadap dasarnya kedaulatan ke dua negara ini adalah hal yang amat kami pertimbangkan,” Usmarwi menandaskan.