Golkar Sebut Putusan MK soal Penghapusan Presidential Threshold
NationalNews – Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Partai Golkar Muhammad Sarmuji menyebut Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ketentuan ambang batas sekurang-kurangnya untuk pencalonan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) adalah putusan yang mengejutkan. Keputusan ini dibacakan oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra pada Kamis, (20/7/2024).
Menurutnya pada mulanya MK senantiasa menampik penghapusan presidential threshold karena dianggap perlu untuk membantu berjalannya proses presidensial di Indonesia.
“Putusan MK pada 27 gugatan pada mulanya senantiasa menolak. Dalam 27 kali putusannya cara pandang MK dan pembuat UU senantiasa sama,” ujar Sarmuji seperti dikutip berasal dari Antara.
Sarmuji belum menambahkan komentar lebih lanjut perihal cara Partai Golkar dalam menindaklanjuti putusan MK tersebut.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi menentukan untuk menghapus ketentuan ambang batas sekurang-kurangnya kandungan pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 perihal Pemilu. Alasannya, pasal selanjutnya dinilai bertentangan bersama Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Mengabulkan keinginan para pemohon untuk seluruhnya, ucap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo waktu membacakan amar putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 di area Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis.
Pasal yang dihapus itu memuat perihal syarat pencalonan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang wajib di dukung oleh partai politik atau kombinasi partai politik yang punya 20 persen kursi di DPR RI atau beroleh 25 persen suara sah nasional pada Pemilu Legislatif sebelumnya.
Penghapusan presidential threshold ini berpotensi mengakses jalan bagi calon independen untuk maju dalam Pilpres. Keputusan MK ini pasti akan berdampak besar pada peta politik Indonesia dan wajib dikaji lebih lanjut oleh semua pihak.
Pemerintah Kaji Putusan MK Soal Penghapusan Presidential Threshold
Pemerintah sedang mempelajari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal penghapusan ketentuan ambang batas sekurang-kurangnya kandungan pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden atau presidential threshold.
Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas menjelaskan pembelajaran dibutuhkan lantaran MK belum menyatakan waktu pemberlakuan putusan tersebut.
“Di lain segi nanti pemerintah pasti terhitung akan berkoordinasi terkait perihal tersebut, karena aku belum membaca lengkap,” kata Supratman di Jakarta, Kamis (2/1/2025).
Kendati demikian, dirinya memastikan bahwa pemerintah senantiasa berpandangan putusan MK bersifat final dan mengikat.
Menurut dia, umumnya MK memilih waktu berlaku putusan. Namun pada putusan perihal presidential threshold tersebut, ia menyebutkan MK belum menentukan.
Menkum memastikan pihaknya tidak mempersoalkan isikan putusan tersebut, namun cuma memandang bahwa waktu ini MK terlalu menghapus presidential threshold, tidak sama bersama putusan pada mulanya yang menurunkan ambang batas.
“Tapi apa pun putusan MK karena sifatnya final dan mengikat, kami akan mengkaji, lakukan kajian kapan jadi berlakunya. Nah MK aku memandang belum menentukan itu,” tuturnya yang dikutip berasal dari Antara.
Oleh karena itu, Supratman memberikan bahwa Kementerian Hukum (Kemenkum) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akan mengomunikasikan putusan MK itu bersama penyelenggara pemilihan umum (pemilu).
Selain itu, sambung dia, pemerintah dan parlemen terhitung akan mengkaji putusan selanjutnya dalam perubahan Undang-Undang (UU) Pemilu.
Pasalnya, kata dia, pada selanjutnya andaikata putusan selanjutnya terkait bersama pelaksanaan pemilu maka akan tersedia suatu perubahan terkait UU maupun Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), supaya seluruhnya akan diselaraskan.
Pemerintah Hargai Keputusan MK
Saat ditanya perihal dampak putusan MK itu, dia mengaku belum bisa menyatakan bahwa putusan selanjutnya akan berdampak positif atau tidak lantaran tiap-tiap ketentuan yang diambil pasti akan punya dampak pada proses demokratisasi.
“Tetapi secara umum pemerintah terutama Kemenkum menganggap putusan itu wajib kami hormati, Pemerintah dalam posisi menjunjung putusan tersebut,” ucap mantan Ketua Badan Legislasi DPR tersebut.
Adapun MK sudah menentukan menghapus ketentuan ambang batas sekurang-kurangnya kandungan pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 perihal Pemilu karena bertentangan bersama Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
“Mengabulkan keinginan para pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo waktu membacakan amar putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 di area Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis.
Dalam pertimbangan putusan, Wakil Ketua MK Saldi Isra menjelaskan bahwa merujuk risalah pembahasan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai politik atau kombinasi partai politik peserta pemilu merupakan hak konstitusional partai politik.
Dalam konteks tersebut, Mahkamah menilai inspirasi penyederhanaan partai politik bersama gunakan hasil pemilu bagian DPR pada pemilu pada mulanya sebagai basic pemilihan hak partai politik atau kombinasi partai politik untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden merupakan bentuk ketidakadilan.